Jumat, 27 April 2012

Ajang Pencarian Bakat di Indonesia

Halo pemirsaaaa...

Pasti tau dong kalo di Indonesia ini sudah banyak acara televisi yang menampilkan ajang pencarian bakat dalam berbagai hal, salah satunya yaitu menyanyi. Dalam acara kontes pencarian bakat ini, ada dua sistem yang digunakan, yaitu audisi dan eliminasi. Audisi dilakukan di berbagai kota di Indonesia. Hal ini memungkinkan akan menemukan bibit-bibit unggul yang (mungkin) tinggal di kota2 kecil. Setelah menemukan orang2 berbakat sejumlah yang ditentukan, akhirnya para kontestan tersebut menjalani masa karantina dan persaingan yang sesungguhnya baru saja dimulai...

Setiap minggu para kontestan dituntut untuk selalu menampilkan yang terbaik untuk memikat hati penonton dan juga juri vote lock karena keberadaan mereka sangat ditentukan dari dukungan penonton baik itu berupa SMS, telepon, dan juga vote. Kontestan dengan dukungan paling sedikit harus tereliminasi dan tidak bisa melanjutkan perjalanannya di ajang pencarian bakat tersebut.

Nah, sesaat sebelum acara ini berakhir, biasanya para kontestan akan menyanyikan theme song dari masing2 acara tersebut. Bagi pemirsa yang doyan nonton acara2 macam ini (seperti saya! :P) moment menyanyikan theme song ini adalah saat yang paling mendebarkan. Because what? (omongannya Ahmad Dhani di Indonesian Idol spekta 1)  karena setelah menyanyikan theme song adalah pengumuman siapa kontestan yang tereliminasi. Hiks... T_T 

Berikut saya share beberapa theme song dari acara ajang pencarian bakat di Indonesia. Iseng aja sih. Cuma, diakui ataupun tidak, beberapa theme song pasti sangat akrab ditelinga pemirsa. Apalagi kalo acara itu booming banget. Cekidooootttt.... :)




MENUJU PUNCAK
Cipt. Aubrey Suwito 

Bukan mudah, meniti langkah ke angkasa
Bukan mudah, mengubah mimpi menjadi asa pasti
Apapun jua bisa terbukti, Andai langkahmu tidak terhenti

Reff:
menuju puncak gemilang cahaya
mengukir cita seindah asa
menuju puncak impian di hati
bersatu janji kawan sejati
pasti berjaya di Akademi Fantasi

Bukan mudah, menggapai bintang yang berkilauan, u..yeah
bukan mudah, jalan ini untuk diarungi

Chorus:
Apapun jua bisa terbukti Andai langkahmu tidak terhenti

Bridge:
Percayalah pada diri
dengan harapan dan keyakinan
hei...




IDOLA INDONESIA
 Cipt. Andi Rianto/Monty T

Hari ini kami akan membawa
nada-nada dari segala emosi jiwa yang ada
dan yakinlah bahwa suatu hari
kau kan ada bersama kami disini...

hanya bahagia yang akan kami bawa disini
tak akan ada tangisan dan air mata
karena perjuangan yang telah dilewati semua
jadikan kami Idola Indonesia...







Aku berdiri di panggung ini
Untuk nyatakan kemampuan diri
Disorot kamera dan lampu benderang
Akulah Sang Bintang

Karena aku ingin terus bernyanyi
Karena aku ingin terus menari
Kuraih impian bersama Mama
Sambut masa depan penuh suka cita

Mama Mia, Mama Mia
Mama menyertaiku
Mama Mia, Mama Mia
Ada Mama disampingku
Bersama-sama, aku dan Mama
Maju ke depan, menjangkau dunia
Melangkah ke depan, menjangkau dunia






melangkah menggenggam harapan
senyum manisku persembahkan
demi menggapai indah impian
bukan hanya di angan
disini tempat berbagi ceria

idola cilik
idola semua idola
mari warnai dunia
kau dan aku bersama
idola cilik
idola semua idola
mari warnai dunia
kau dan aku bersama

doremi.........remifa........mifasol......fasolasido
do...........re...........mi..........
berikan yang terbaik untuk semua................
 



BINTANG GEMILANG
Cipt. Tyo Adrian

Siapkanlah semangatmu
Keinginan jangan dibendung
Jangan malu, jangan kau ragu
Kesempatan takkan menunggu
Kini aku ada disini
Kan bersinar bagai bintang bertaburan
Bersamamu kita bergembira
Aku bernyanyi aku menari
Reff :
Hey Hey…
Disini ku temukan langkahku
Hanya satu tekad
Kan ku kalahkan dunia
Hey Hey…
Disini ku buktikan janjiku
Tak kan ada yang bisa menghalangi impianku
Menjadi bintang yang gemilang
“Tunjukan gayamu….tunjukan aksimu…..”


Kamis, 26 April 2012

Meme Gabah

Meme Gabah (menjemur gabah) adalah salah satu ritual pascapanen yang pasti dilakukan oleh petani  eh, oleh orang2 yang punya sawah. Padi yang sudah dipetik biasanya diletakkan di dalam karung. Ketika cuaca cukup terik, makan orang-orang tersebut akan berbondong-bondong menggelar bagor gelaran (potongan-potongan karung yang dijahit menjadi satu) atau kepang (anyaman bambu berbentuk persegi) yang keduanya digunakan sebagai alas menjemur gabah. Proses menjemur gabah bisa dilakukan berulang kali. Tiap karung gabah, biasanya dijemur minimal 5 kali, untuk menghindari gabah tersebut tumbuh menjadi benih padi. Oleh karena itu, proses menjemur gabah harus dilakukan secara telaten.



Btw, yang sedang meme gabah dalam foto di atas adalah Bapak, Pakdhe, dan Budhe. Sementara itu saya malah asik foto-foto dan kemudian mem-posting foto tersebut pada blog ini. hihihi... untung ga ada Bang Haji Rhoma Irama. Kalo ada, pasti saya diteriaki, T E R L A L U U U U U.... *kaboooorrrr....  

Sabtu, 21 April 2012

Mengenangmu dalam Sepotong Burger

Tulisan ini saya buat sekitar dua tahun yang lalu, dan selama ini hanya tersimpan rapi di salah satu folder di laptop saya. Maka, ketika tiba-tiba laptop saya dicuri orang, yang saya tangisi bukan hanya Skripsi saya yang sudah selesai 85%, tapi juga tulisan-tulisan lain yang sering saya buat ketika ada inspirasi yang tiba-tiba datang. Beruntungnya, barusan saya ingat bahwa saya pernah mengirimkan tulisan saya pada Si Dia melalui email. Yaa... hanya sekedar share aja. Daripada tulisan saya ga ada yang baca, lagipula lumayan lah ngasih "kerjaan" buat si Dia di waktu senggangnya. Hehehe... Monggoooo....
 *******
            Suatu sore, saya berbelanja keperluan sehari-hari di sebuah toko swalayan dekat kos. Saking asiknya berbelanja, saya sampai tidak menyadari bahwa di luar hujan turun dengan derasnya. Sialnya, saya tidak membawa payung. Abisnya, pas berangkat cuacanya cerah n panas pula. Ternyata tiba-tiba hujan, ya terpaksa pulangnya ditunda dulu deh. Setelah membayar di kasir, saya tertarik pada sebuah outlet makanan cepat saji yang ada di depan toko swalayan itu.  Hmmm…kebetulan saya agak lapar dan hitung-hitung sambil menunggu hujan reda. Akhirnya saya memesan satu cheese burger. Lima menit kemudian, pesanan saya selesai, dan tampaknya hujan mulai reda, tinggal gerimis kecil saja. Saya memutuskan untuk pulang saja. Takutnya nanti hujan akan deras lagi.
            Sesampainya di kos, saya segera membereskan barang-barang belanjaan. Tak lama kemudian, hujan deras lagi. Alhamdulillah saya sudah sampai di kos dengan selamat, ya walaupun baju saya agak lembab. Setelah itu, saya teringat pada burger yang tadi saya beli. Hmmm…nikmatnya makan burger yang masih hangat saat dingin dan hujan seperti ini. Apalagi saya sedang lapar. Hmmm…burger ini “benar-benar menyelamatkan rasa kelaparan saya”, sesuai dengan motto yang diusungnya. Ketika menggigit burger itu, saya seperti terlempar ke masa belasan tahun yang lalu, sekitar tahun 1994-an. Ketika itu saya berumur kira-kira empat tahun.
           
 Ketika itu, saya dan keluarga tinggal di Tridaya I, Tambun, Bekasi. Adik saya belum lahir, jadi saya sangat puas dimanja oleh kedua orang tua dan saudara-saudara. Setiap akhir pekan, saya berkunjung kerumah simbah (orang tua ibu) di daerah Cakung, Jakarta Timur. Kebetulan, rumah simbah dekat dengan rumah budhe saya (kakaknya bapak). Jadi kalo kami kesana bisa kerumah simbah atau kerumah budhe.
            Rumah simbah dan rumah budhe, disana banyak kenangan masa kanak-kanak saya. Seperti ketika ibu dan bapak tidak punya pembantu, sementara beliau berdua tetap harus bekerja, akhirnya saya dititipkan di rumah budhe. Berhubung mbak2 dan mas2 sepupu saya kadang agak menjengkelkan dan mereka sering ‘mengusir’ saya dari rumah mereka, akhirnya saya sering ‘kabur’ kerumah simbah saya yang notabene berada di seberang rumah budhe saya. Simbah selalu memanjakan saya, ya cucu-cucunya yang lain juga. Simbah tidak pernah membeda-bedakan antara cucu yang satu dengan yang lain. Satu lagi yang saya suka dari simbah, beliau ga pelit dalam urusan uang. Beliau selalu menaruh uang di laci meja jahitnya (simbah saya, meskipun lelaki adalah seorang penjahit). Jadi setiap ada cucunya yang minta jajan, kami disuruh langsung mengambil uang di laci meja jahit itu. Jika suatu hari kami tidak menemukan uang di dalam laci, itu artinya simbah sedang tidak punya uang.
            Tiap hari banyak tukang jajan keliling lewat di depan rumah simbah. Ada tukang mainan keliling, tukang es krim, es cendol, hah banyaklah pokoknya. Kadang simbah melarang saya membeli mainan. Padahal saya sangat suka membeli balon tiup. Itu lho, balon yang kita tiup pake sedotan kecil berwarna kuning. Saya paling suka meniup balon itu, lalu mengisinya dengan air, kemudian menggantungnya di pohon belimbing di depan rumah simbah. Sekarang saya baru menyadari kenapa simbah sering melarang saya membeli balon tiup. Pertama, aroma balon tiup itu ternyata ga enak (kenapa juga baru nyadar sekarang!), bisa bikin sesak nafas juga lho. Kedua, kalo beli balon tiup itu ga bikin kenyang. Jadi ga bermanfaat bagi tubuh. Ketiga, kalo saya membeli balon tiup, setelah ditiup, saya selalu mengisinya dengan air. Nah otomatis, saya jadi mainan air. Selain air yang mahal, bisa bikin becek teras rumah simbah, juga ada kemungkinan saya jadi masuk angin gara-gara mainan air. Hmmm… sekarang saya baru menyadari kenapa dulu simbah sering melarang saya membeli balon tiup. Sayangnya, saya baru menyadarinya sekarang. Jadi dulu kalo misalnya simbah melarang, ya saya seperti anak kecil pada umumnya, akan menangis tersedu-sedu… hiks!
           
Ada satu jajanan yang tak pernah dilarang simbah jika saya minta dibelikan. Burger! Yup, dua buah roti yang dipanggang dengan margarin, diselipi beberapa potong timun, tomat dan selada, ditambah potongan daging yang juga sudah digoreng dengan margarin, diolesi mayonnaise dan saos sambal serta saos tomat. Hap, burger! Entah kenapa simbah selalu terlihat senang jika ada tukang burger lewat dan saya minta dibelikan. Meskipun pada waktu itu burger termasuk jajanan yang mahal, tapi simbah tidak pernah keberatan jika saya minta dibelikan.  Sejak saat itu, dimata simbah, saya identik dengan burger (atau mungkin karena itu, sekarang badan saya bulat seperti burger? Haha!). Begitupun sebaliknya, dimata saya, simbah identik dengan burger. Dimanapun saya melihat, membeli atau menyantap burger, saya teringat simbah dan kenangan masa kecil saya. Ah, atau dulu simbah juga selalu teringat saya setiap melihat tukang burger lewat di depan rumah? Hmmm… simbah…
            Terakhir saya makan burger di depan simbah, sekitar bulan Oktober tahun 2003. Waktu itu, saya sekeluarga sudah pindah ke Purworejo, kerumah simbah dari bapak. Waktu itu kami dikabari kalo simbah sakit tipes dan dirawat di rumah sakit. Kebetulan waktu itu saya dan adik sedang libur sekolah menyambut bulan Ramadhan. Akhirnya saya, ibu dan adik pergi ke Jakarta hari jumat sore dan berencana pulang hari minggu sore. Sesampainya di Jakarta, kami terkejut melihat kondisi simbah. Saya seperti tidak mengenali beliau. Sosok yang terbaring di ranjang Rumah Sakit Islam Pondok Kopi itu bukan simbah saya. Bukan! Kami menangis! Ah… bahkan tumpahan air mata ini rasanya tak mampu melenyapkan rasa kaget kami. Simbah saya yang dulu tegap dan gagah, kini terbaring lemah. Matanya tertutup, tapi beliau mengetahui kedatangan kami. Sesaat kami merasa sepertinya kami tak lagi punya banyak waktu bersama simbah. Ah, tapi bukankah kami harus tetap optimis. Kami memasrahkan semua pada dokter. Kami semua hanya bisa berdoa, memasrahkan semua yang terbaik bagi simbah.  Malam itu, ibu beserta pakde dan budhe menginap di rumah sakit, sedangkan saya dan adik tidur di rumah simbah bersama bulik. Meskipun begitu, rasanya tidak ada malam yang lebih panjang dari malam itu.     
            Siang harinya saya dan adik di bawa untuk menginap di rumah budhe saya di daerah Depok. Kami menginap disana karena ibu sibuk mengurusi simbah yang sudah mulai kritis. Sebelumnya, saya sempat makan siang di rumah sakit. Saya memesan burger kesukaan saya. Saya memakan burger itu sambil menangis. Saya justru teringat masa kecil saya, tentang simbah yang selalu membelikan saya burger. Itulah kali terakhir saya makan burger dihadapan simbah karena sorenya sekitar jam tiga sore, simbah meninggalkan kami untuk selamanya.
            Hah… sudah tujuh tahun berlalu sejak kepergian simbah. Namun cinta dan kasih sayang beliau terhadap kami, para cucunya masih tetap membekas sampai kapanpun. Dan setiap saya melihat, membeli dan menyantap burger, saya teringat simbah. Beliau orang  yang tegas, kuat dan ah…rasanya beliau terlalu sempurna untuk saya ceritakan.

Minggu, 15 April 2012

Sunday Morning UGM

Pernah mendengar instilah sunmor ( Sunday morning ) ? Mungkin bagi mahasiswa yang kuliah di Yogyakarta dan penduduk Yogyakarta sendiri istilah ini tidak asing , sunmor atau bisa juga disebut minggu pagi UGM merupakan pasar dadakan yang biasanya berlangsung dari jam 5 pagi sampai jam 11 siang tiap hari minggu, sunmor ini berlokasi di sebelah timur gedung fakultas D3 ekonomika dan bisnis UGM di daerah sagan, bulaksumur , hingga daerah Lembah UGM Yogyakarta.



Pada hari minggu pagi, jalan yang biasanya ramai oleh arus lalu lintas tiba tiba berubah menjadi pasar yang ramai dipadati pengunjung, di sunmor tersedia aneka barang kebutuhan sehari hari mulai dari sarung bantal, seprei, baju, celana, rok, jilbab, pakaian dalam, perlengkapan ibadah, hiasan rumah, mainan anak - anak, obat obatan, tanaman hias, binatang peliharaan seperti ( hamster, ikan hias, kura kura ), alat alat pertukangan, aksesoris ( seperti : kalung , cincin, softcase laptop, casing mobile phone, bros, gantungan kunci ), lalu ada juga tas wanita, dompet,  tas ransel, sepatu, sandal, serta warung makan yang lengkap sekali menyediakan aneka makanan dan minuman bahkan ada yang jual jamu juga, selain itu biasanya ada pertunjukan topeng monyet juga lho…hii…hiii….serta masih banyak lagi.

Tiap minggu daerah ( sunmor ) ramai dikunjungi, jalan raya nya menjadi agak macet dan jalan kearah utara di sebelah timur fakultas ekonomi di tutup karena dijadikan arena berjualan, berbelanja di sunmor adalah hal yang menyenangkan karena tersedia banyak sekali pilihan barang yang ada harganya pun tergolong relatif murah, sehingga cocok bagi kantong mahasiswa. Oleh karena itu, jika kita berkunjung di sunmor kita akan melihat sebagian pengunjung adalah mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta.

Percaya ato gak, selama (hampir) lima tahun saya kuliah di UGM Jogja, belum sekalipun saya datang "berkunjung" ke Sunmor ini. Masalahnya, rumah saya di Purworejo yang hanya berjarak 60 km dari Jogja dan hanya memerlukan waktu tempuh sekitar 90 menit dengan sepeda motor, memungkinkan saya untuk selalu pulang ketika akhir pekan *alibi*. hehehe...

Tapi saya sudah berniat kok, nanti sebelum saya lulus dari UGM, saya akan menyempatkan, barang sekali, berbelanja sekaligus berwisata kuliner di Sunmor UGM. Cheeerrrsss... ^_^v

Jumat, 06 April 2012

Legenda Nyai Bagelen

Berhubung saya warga Bagelen, saya sangat ingin berbagi kisah tentang legenda Nyai Bagelen. Kisah ini juga dapat anda baca di http://budayapurworejo.blogspot.com/2010/11/legenda-nyai-bagelen.html.
Monggoooo..... 

Menurut ceritera rakyat nama Bagelen itu sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu negeri Medangkamulan atau Medang Gele atau Pagelen yang memerintah negeri itu ialah Sri Prabu Kandiawan yang berputera lima orang yang masing-masing memerintah Negara Bagian.
Putra sulung bernama Sri Panuwun, ahli dalam pengairan, pertanian dan pemerintahan dan memerintah Negara bagian Medang Gele, yang akhirnya bernama Pagelen.

Putra yang kedua bernama Si Sendang Garbo, ahli perdagangan dan memerintah didaerah Jepara. Putra yang ketiga berkedudukan di Prambanan bernama Karungkala. Yang keempat bernama Sri Petung Laras atau tunggul Ametung memerintah di Kediri. Dan yang bungsu bernama Sri Djetayu, memerintah di Kahuripan. Kerajaan Medangkamulan adalah negeri yang aman, tentram dan makmur. Karena rajanya berlaku adil dan jujur. Sri Prabu Kadiawan meninggal dalam tahun yang ditandai dengan suryasengkala “RUPA TRI MUKSENG LEBU“ yang berarti kurang lebih 1031 yang kemudian yang menggantikan ialah putranya yang sulung, Sri Panuwun.

Prabu Panuwun mempunyai dua orang anak, tetapi semuanya cacat. Maka sang Prabu bersedih yang selanjutnya bersemedi untuk mohon petunjuk Dewata. Akhirnya diperoleh suatu petunjuk gaib, bahwa ia harus pergi kesuatu sendang di Somolangu. Di daerah tersebut Sang Prabu Panuwun memperistri anak perempuan Kyai Somolangu. Dari perkawinannya itu kemudian dianugrahi seorang anak perempuan yang diberi nama “Raden Rara Wetan” Yang kelak terkenal dengan nama “ NYAI BAGELEN “ dan menjadi pewaris daerah Bagelen. Setelah dewasa Rara Wetan menjadi isteri Pangeran Awu Awu Langit yang berkedudukan di daerah Ngombol. Karena Sri Panuwun berpindah kedudukan di Hargopura (Hargorojo), maka Pangeran Awu Awu Langit menggantikan kedudukannya di Bagelen .

Pengairan di daerah tersebut maju sehingga pertanian-pun maju dengan pesat. Hasil pertanian yang utama ialah padi ketan wulung dan kedele. Dan Nyai Bagelen bersama suaminya disamping sebagai petani maju juga beraktifitas sebagai penenun. Perkawinannya dengan Pangeran Awu Awu Langit Nyai Bagelen dikaruniai tiga orang anak. Yang sulung bernama Raden Bagus Gento, dan yang kedua dan ketiga masing-masing perempuan yang bernama Raden Rara Taker dan Raden Rara Pitrah.

Pada suatu hari Selasa Wage, ketika Nyai Bagelen sedang menenun dan anak-anaknya asyik bermain-main tidak jauh dari ia bekerja , tiba-tiba Nyi Bagelen alangkah terkejut karena bukan putranya yang sedang menyusu, melainkan seekor anak lembu. Kemudian dicarilah kedua anak perempuannya dan ditanyakan kepada suaminya yang sedang asyik memilihi bibit ketan wulung. Karena jawaban dari suaminya kurang mengenakkan, maka dengan alat tenunnya didorongnya lumbung padi dan kedele sehingga isinya berhamburan. Lumbung padi itu terlempar jauh dan tersangkut di pohon beringin di desa Krendetan dan yang sebuah lagi jatuh di desa Penatak (Somorejo).

Padi dan kedele berhamburan jatuh di desa Ketesan dan Wingko-tinumpuk. Namun bukan main terkejutnya Nyai Bagelen ketika dilihat kedua anak perempuannya terbaring pada bekas lumbung dalam keadaan telah meninggal.

Terjadilah pertengkaran antar suami istri. Dan suaminya Pangeran Awu Awu langit memutuskan pulang ke daerah asalnya dan kemudian meninggal di desa Awu-Awu. Ketika mendengar berita suaminya meninggal, maka Nyai Bagelen berpesan kepada anaknya sulung Raden Bagus Gento; semua anak cucu serta keturunanku dilarang atau berpantang untuk berpergian atau jual beli , mengadakan hajad pada hari pasaran Wage, karena hari pasaran itu saat jatuhnya bencana dan merupakan hari yang naas. Kecuali itu juga bagi orang-orang asli Bagelen berpantang untuk menanam kedele, memelihara lembu, memakai pakaian yang menyerupai pakaian yang dipakai Nyai Bagelen waktu datang bulan yaitu : kain lurik, kebaya gadung melati dan kemben bangau tulis.

Setelah menyampaikan pesan itu, Nyai Bagelen masuk ke kamarnya dan kemudian menghilang, tanpa meninggalkan bekas atau murca dan selanjutnya Raden Bagus Gento menggantikan kedudukannya memerintah daerah Bagelen.

Raden bagus Gento mempunyai anak yang bernama Kyai Rodjo Pandito, yang setelah meninggal dimakamkan di desa Margorejo. Kyai Rodjo Pandito mempunyai putra yang bernama Dewi Rengganis dan makamnya di desa Semono.
Komplek petilasan Nyai Bagelen terdapat sejumlah makam kuno dan peninggalan sejarah Buddha yang berupa stupa-stupa berjumlah sembilan buah dengan masing-masing ukuran stupa yang berbeda dan dinyatakan sebagai peninggalan sejarah purbakala yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992  tentang Benda Cagar Budaya.

Hmmm... mungkin itulah alasannya dulu warga Bagelen dilarang memelihara sapi dan menanam kedelai hitam. Tapi pada kenyataannya saat ini sudah banyak warga yang tidak terlalu bergantung pada mitos tersebut.

Selasa, 03 April 2012

Bukit Bintang, dengan orang yang TEPAT

Senin malam yang lalu saya dan keluarga takziah ke rumah salah satu saudara di Nglipar, Wonosari Gunung Kidul. Malam itu, bapak, ibu, dan bude menjemput saya di kost sekitar pukul 10.30. Udah malem banget dan gerbang kost juga sudah digembok oleh Aa' Burjo. Tapi karena saya dijemput oleh orang tua, maka dengan senang hati si Aa' membukakan kunci gemboknya. Lalu kami segera meluncur ke Wonosari.

Bapak duduk di kursi depan samping supir, ibu dan budhe di tengah, dan saya duduk sendirian di kursi belakang. Waaaahhhh... enak nih bisa tidur selonjoran, hehehe...
Sedikit informasi, saya ini adalah TUKANG MABUK. Naik mobil, bis, atau kereta, saya pasti mabuk. Alhasil, untuk menghindari mabuk di perjalanan, biasanya saya memasang salonpas di perut, selalu sedia minyak angin, dan tidak makan dan membaca apapun selama berada di atas kendaraan yang sedang berjalan. Hmm... lumayan mengatasi sih. Tapi kalo sekiranya perjalanan itu cukup jauh (misalnya Purworejo-Jakarta) atau melewati jalanan yang naik turun belok-belok, biasanya dengan sadar diri saya akan meminum.... ANTIMO!!! (Bangga!) hehehe...

Back to topic!

Malam itu saya gak minum antimo karena jarak tempuh Jogja-Wonosari cuma beberapa jam, jadi saya optimis bisa 'selamat' dalam perjalanan. Perjalanan malam itu termasuk cepat, soalnya jalanan sepi banget. Dan, you know lah... jalan ke wonosari itu, walaupun mendaki gunung lewati lembah, tapi jalannya lebar dan haluuusss... 

Ibu dan Budhe terlibat obrolan khas ibu-ibu. Dan karena saya belum mau dibilang ibu2, maka saya hanya sesekali menanggapi obrolan mereka. Akhirnya, saya menyibukkan diri dengan melihat jalan sekitar. Bukan berarti saya ga pernah liat jalan. Tapi... Ehm... sebagai cewe manis anak rumahan, saya emang jaraaaaannngggg banget keluar malem. Apalagi kost saya menerapkan sistem jam malam sampai pukul 09.00. Boleh aja sih keluar sampe malem, tapi saya pribadi ngerasa sungkan aja ma Aa' Burjo yang stand by di depan gerbang kos. 

Back to topic! (lagi)

Dan tau ga sih pemandangan yang paling indah banget kalo malem itu dimana??? Yupz, bukit bintang!!! Itu lho bukit di daerah Patuk yang bisa melihat kota Jogja bermandikan cahaya bintang, eh cahaya lampu. So sweet banget deh pokoknya. Walau cuma ngeliat dari balik kaca mobil, tapi sumpah ya, itu indaaaahhhh banget...



Foto-foto di atas saya colong dari mbah gugel. Kondisi tengah malem menjelang pagi bener-bener ga memungkinkan buat sekedar turun dari mobil dan memotret keindahan panorama bukit bintang. Lagian nih ya, percaya ato ga, yang terlihat di foto itu GA SEBERAPA dibanding keadaan aslinya. Jadi... mending dateng langsung kesana aja. Eits, tapi sesuai judul di atas, datanglah ke Bukit Bintang dengan orang yang TEPAT. Soalnya kalo kesana sama temen atau keluarga, rasanya kesan romantisnya jadi kurang mengena gituuu. Jadi tau kan yang dimaksud "orang yang tepat" itu siapa...

Hmm... pengen ngajak si dia kesini kalo nanti di datang. Ga sabaaaarrrr.... ^_____^

Wiwit, Ritual Tradisional Sebelum Panen

Kisah ini terinspirasi dari dua besek (kotak tempat makanan dari anyaman bambu.red) berisi makanan2 yang tergeletak manis di atas meja makan. Ini adalah sego wiwit yang dikirimkan oleh dua orang tetangga yang (rencananya) besok akan melaksanakan ritual wiwit di sawah.

Tradisi wiwit adalah ritual yang dilakukan oleh para petani yang akan memanen padi di sawah. Sesuai kepercayaan masyarakat setempat, wiwit dilakukan sebagai bentuk rasa terima kasih kepada alam yang telah memberikan hasil panen yang melimpah. Selain itu, tradisi ini juga dilakukan untuk menghormati Dewi Sri, sang Dewi Padi.

Pada zaman dahulu, wiwit dilakukan dengan membawa makanan dan sesaji di dalam tampah atau tenong ke sawah yang sudah siap di panen. Makanan yang tersaji pada umumnya nasi putih yang dibentuk tumpeng, sayur kluwih, urap atau kluban, pelas, telur, tempe tahu goreng, rese (ikan asin) dan peyek. Sebagai penolak bala, di atas tumpeng nasi diletakkan bawang merah dan cabai yang ditusuk dengan lidi. Pembawa sego wiwit biasanya diikuti oleh anak-anak di belakangnya.


Sampai di tengah sawah, sego wiwit diletakkan, kemudian dukun atau sesepuh desa akan membakar kemenyan dan membacakan doa2 sebagai awal dari dimulainya ritual wiwit. Setelah itu, pemilik sawah akan memotong beberapa batang padi untuk selanjutnya dibawa pulang ke rumah dan disimpan di gedong kapetengan (lumbung padi) dengan tujuan agar padi di lumbung tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan hingga masa panen berikutnya tiba. Selanjutnya nasi dan perlengkapannya dibungkus dengan daun pisang, kemudian diletakkan di pojok-pojok sawah.

Setelah ritual itu berlangsung, makanan yang ada di tampah akan dibagikan kepada anak-anak yang ikut melihat ritual wiwit tersebut. Demikian dapat dikatakan bahwa ritual wiwit telah dilaksanakan dan pemilik sawah dapat mulai memanen padi milik mereka.

Namun sayangnya, pada saat ini, ritual wiwit yang dilakukan tidak se-komplit yang saya ceritakan di atas. Pada umumnya, saat ini para petani di desa saya masih melaksanakan ritual wiwit, namun mereka hanya memasak di rumah sebagai "syarat" sebelum memanen. Mereka tidak lagi membawa sego wiwit tersebut ke sawah. Mereka hanya membagi-bagikan sego wiwit tersebut kepada tetangga sekitar.

.