Selasa, 17 Desember 2013

Dear Karibku,

Dear karibku...

Sungguh... aku turut berbahagia mendengar kabar darimu. Aku hanya merasa tak perlu memperlihatkannya saja. Untuk apa? Bukankah yang kasat mata biasanya hanya pura-pura?

Aku tahu inilah yang kamu impikan sejak lama. Setidaknya sejak kamu mengenal dia. Dan kini perjalananmu akan memasuki babak baru, bukan? Bagaimana perasaanmu saat ini? Tentu sangat bahagia, mungkin tak terlukiskan dengan kata-kata. Aku tahu itu. Aku juga tahu betapa inginnya kamu membaginya denganku. Tapi aku sengaja menghindar. Entahlah... aku merasa lebih berarti ketika aku menjadi sandaranmu saat kamu menangis. Bukan aku tak bahagia melihatmu berbahagia, tapi... bukankah saat kamu bahagia sudah terlampau banyak orang di sekelilingmu? Aku tahu aku punya tempat tersendiri, tapi... aku lebih memilih untuk menjauh pergi.

Jika mungkin kamu bertanya, apa aku sedih? Apa aku merasa kehilanganmu? Jawabanku, Tidak. Sama sekali tidak. Aku tidak merasa kehilanganmu saat ini. Yah... karena aku telah lama kehilanganmu. Sejak beberapa tahun lalu. Semenjak kamu mengenal dia. Tanpa kamu sadari, aku sudah terbiasa sendiri.

Tapi aku sadar, toh pada akhirnya nanti kitapun akan menjalani semuanya sendiri. Tak mungkin bersama selamanya. Jadi sekarang atau nanti, buatku sama saja.

Jadi... selamat berbahagia untukmu. Semua doa terbaik selalu kupanjatkan untukmu. Aku tahu, setelah ini semuanya tak lagi sama. Kamu akan punya bahu yang lebih lebar untuk jadi sandaran lelahmu, tangan yang lebih lembut untuk mengusap air matamu, pelukan yang lebih hangat dan menentramkanmu... tapi kamu tetap karibku pada rentang sejarah waktu... :')

Sabtu, 14 Desember 2013

Ulang Tahun Sang Mahaguru

Sejak dua minggu yang lalu kami, para mahasiswa pascasarjana UGM jurusan Ilmu Linguistik, sudah diwanti-wanti untuk mempersiapkan diri menghadiri seminar internasional dalam rangka merayakan ulang tahun salah satu mahaguru kebanggaan kami Prof. Soepomo Poedjosoedarmo yang ke-80.

Seminar hari pertama, 5 Desember 2013 dibuka oleh acara seremonial seperti sambutan ketua panitia Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. atau sering dipanggil Pak Putu (aja). Selain itu ada juga sambutan dari Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A. Setelah gong dipukul, maka dimulai lah acara seminar ini. Seminar sesi pertama diisi oleh 2 pemakalah super keren. Pemakalah pertama, Prof. Stephanus Djawanai, Ph.D yang mempresentasikan makalah yang berjudul Bahasa Hominisasi dan Simbolisasi. Pemakalah kedua yang gak kalah keren adalah Dr. Timothy McKinnon yang mempresentasikan makalah dengan judul Malay Morphology: How strange does it get?. Mas Tim ini udah bule, masih muda, bahasa Indonesianya lancaaarrr banget. Aduh mas, kesemsem aku sama kamuuu... >.< #salahfokus

Setelah coffee break selama seperempat jam, seminar dilanjutkan lagi. Sesi kedua ini ada enam pemakalah yang tampil. Ada yang mengagumkan karena nama besarnya, ada yang biasa aja dan terkesan “kebanting” sama pemakalah sebelumnya. Satu yang menarik perhatian saya, pemakalah Truly Almendo Pasaribu yang mempresentasikan A Cognitive Linguistics Analysis of Indonesian Love Metaphors. Yaa... semua yang berhubungan dengan cinta pasti jadi menarik bukan? Hehe. Diselingi Ishoma selama 45 menit, seminar lanjut lagi. Kali ini ada enam pemakalah lagi yang tampil. Tapi saya lost focus selama sesi ini. Mungkin karena kekenyangan jadi ngantuk, mungkin karena topiknya gak ada yang menarik perhatian saya, mungkin karena pemakalahnya gak pandai mencuri perhatian audiens... entahlah. Lanjut coffee break lagi selama seperempat jam dan Seminar sesi keempat, sesi terakhir untuk hari ini. Ada enam lagi pemakalah yang tampil. Ada dua yang menarik perhatian saya. Yang pertama, Ibu Siti Jamzaroh dengan makalahnya yang berjudul Mengungkap Tabir Nama Diri Masyarakat Banjar. Kenapa menarik bagi saya? Karena agak nyerempet2 sama topik skripsi saya dulu tentang nama diri. Tapi yaa... saya agak kecewa sih sama presentasinya. Sepertinya materi kurang dipersiapkan dengan matang. Pemakalah kedua yang menarik perhatian saya yaitu Yunus Sulistyono yang mempresentasikan Perbandingan Genetis dan Tipologis Bahasa Bunak Timor dan Abui. Kenapa menarik bagi saya? Karena dia teman sekelas saya di kuliah... *ya iyalaaaahhh* Akhirnya seminar hari pertama ditutup dengan makan nasi goreng babat samping Bank Mandiri (kalo ini sih acara pribadi saya sama larit :p)

Seminar sesi pertama hari kedua dibuka dengan lima pemakalah. Entah kenapa gak ada satupun yang menarik perhatian saya. Sekitar jam 10 pagi, kami coffee break selama lima belas menit. Acara selanjutnya adalah perayaan ulang tahun Prof. Pomo. Kami berdoa dan menyanyi bersama. Saya sempat menitikkan air mata ketika salah satu murid beliau menyanyikan sebait lirik yang dia ciptakan sendiri spesial untuk Prof. Pomo. Kami yang berada di ruangan tersebut terharu sekali. Kemudian pemotongan tumpeng. Potongan tumpeng yang pertama diberikan kepada peserta seminar yang termuda. Ternyata dia adalah teman sekelas saya di jurusan Ilmu Linguistik angkatan 2013 dan sama-sama berasal dari Purworejo. Namanya Sahara Ramadhani, usianya baru 21 tahun. Setelah itu, bapak Tri Mastoyo menyerahkan kado berupa wayang Begawan Abiyasa yang dibingkai cantik. Mengapa Begawan Abiyasa? Konon katanya Begawan Abiyasa adalah guru para Pandawa. Saat Pandawa sedih ataupun senang, biasanya datang ke Begawan Abiyasa. Begitu pula sosok Prof. Soepomo Pudjosoedarmo yang merupakan “tempat berlabuh” dari para juniornya. Setelah perayaan ulang tahun yang mengharu biru ini, kami dipersilakan istirahan selama hampir 2 jam. Ini juga memberikan kesempatan pada kaum laki-laki untuk menunaikan ibadah Shalat Jumat.

Acara dimulai lagi pukul 1 siang dengan menghadirkan enam pemakalah lagi. Mungkin karena kekenyangan, sayapun merasa mengantuk sekali. Apalagi ruangan terlihat sepi karena banyak kursi yang tidak terisi. Entah “kabur” kemana para peserta seminar. Pukul 14.30 kami coffee break (lagi!). Selanjutnya, seminar sesi terakhir dibawakan oleh dua pemakalah dahsyat, Prof. Dr. Bahren Umar Siregar yang membawakan makalah berjudul Metafora Bahasa Indonesia sebagai Penghela Ilmu Pengetahuan dan Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A. yang membawakan makalah berjudul Gadjah Mada Bercanda, Humor Dosen UGM: Sebuah Kajian Sosiopragmatik. Menurut saya ini “gong” nya dari seminar hari kedua ini. Anehnya, kursi-kursi penuh terisi seperti ketika pembukaan seminar. Acara seminar ini ditutup sekitar pukul lima sore. Kami puas-puasin foto-foto. Sayangnya foto saya bersama teman sekelas agak nge-blur. Tapi gak papa, kenangan yang paling indah bukan tercetak pada selembar gambar. Melainkan di sini, di hati dan memori kita.

Happy Birthday, Prof! Semua doa terbaik telah terpanjatkan untukmu. Semoga Allah SWT berkenan mengabulkannya, aamiin... ^___^
narsis saat coffee break

perayaan ulang tahun


apa ya yang dibicarakan Prof. Pomo dan Prof. Stephanus Djawanai?

Saya dan Larit, mumpung ketemu... :)