Senin, 29 Oktober 2012

Atu Tanen Tamu



Saya dan Tata
Agatha Febi Ayu Cahyaningtyas, nama lengkapnya. Biasa dipanggil Tata. Gadis kecil itu kini berusia sekitar lima tahun. Saya mengenalnya dua tahun lalu, ketika menjalani program KKN di Bimomartani, Ngemplak, Sleman, DIY. Tata adalah anak bungsu Bapak Dukuh tempat saya menumpang hidup selama dua bulan. Waktu itu usianya msih tiga tahun. Seperti kebanyakan anak kecil seusianya, Tata nampak malu-malu ketika pertama kali bertemu. Tapi beberapa jam kemudian dia mulai terlihat akrab dan mau bercanda bersama kami, para mas dan mbak KKN. Itu semua berkat salah seorang kawan saya bernama Febe yang jago banget dalam hal menaklukan hati anak kecil.


Febe, Tata, dan Saya

Sejak saat itu, Tata sangat dekat dengan kami, terutama para mbak KKN (Saya, Febe, dan Siti). Dia seperti menemukan pengganti kakak perempuannya (mbak Wahyu) yang waktu itu pergi ke Jakarta untuk bekerja. Kemana kami pergi, Tata selalu ingin ikut. Bahkan tidur siangpun, dia minta ditemani saya dan febe. 


Tata yang lucu dan menggemaskan...

Tata yang hanya mau sarapan pagi pake mi doleng (mi goreng) atau uning-uning (telur mata sapi, tapi hanya kuning telurnya),

Tata yang setiap ikut pergi ke Felarosa atau Indomaret selalu minta dibelikan sotat (coklat choki-choki) dan adeng-adeng (ager-ager),

Tata yang selalu membuat kami tertawa meski dalam keadaan seburuk apapun,

Tata yang disayang semua orang karena ia anak bungsu dan rentang usia dengan kakaknya sekitar 15 tahun,

Tata yang ngomongnya belum jelas. Atu (aku), matok (mangkok), towe (kowe, kamu), Badong (Bagong, nama anjing), tambi (klambi, baju), dan masih begitu banyak kosakata anak-anak yang saya dengar bahkan sempat terpikir untuk menjadikannya topik skripsi,

Tata yang menangis histeris ketika kami tak lagi “menginap” di rumahnya karena jadwal KKN tlah usai,

Tata yang...

Ah... begitu banyak kenangan indah tentangnya. Gadis kecil yang lucu, lincah, dan ceria yang selalu membuat kami merindunya setiap waktu.

nggaya banget!!!

Sebesar apa ya dia sekarang? Masih cadel kah? Masih susah makan sayur kah? dan...

Masih ingat kami kah?

Tata, atu tanen tamu...
Miss You! :-*

Jumat, 19 Oktober 2012

Memiliki Kehilangan*

Kata Letto sih, "rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya..."

Saya merasa memiliki, maka saya kehilangan. Meskipun bukan saya yang membeli, tapi dia telah menjadi bagian dari cerita hidup saya.

Dia, sebuah motor bebek Supra X yang dibeli orang tua saya pada Mei 2002. Ketika itu saya masih kelas satu SMP. Motor itu adalah motor yang pertama kami beli setelah kami pindah ke Purworejo. Sebelumnya, kami biasa kemana-mana naik Vespa kepunyaan Pakde. Dia benar-benar menunjang kehidupan kami sekeluarga. Apalagi kami tinggal di pedesaan yang transportasinya lumayan sulit. Ada angkot sih, tapi hanya lewat tiap satu jam sekali. Saat itu, motor dibawa Bapak kerja, pagi untuk mengantar Ibu berangkat kerja dan adik sekolah, sorenya untuk menjemput saya dan adik pulang sekolah.

Saya pertama kali belajar naik motorpun, dengan motor itu semasa SMP. Saya pertama kali mengalami kecelakaan, juga dengan motor itu pada 10 Juni 2004.
Saya mulai 'bawa' motor itu ke sekolah sewaktu kelas 2 SMA sekitar Januari 2005. Buat saya, dia bukan sekadar motor, alat transportasi yang bisa memudahkan saya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Lebih dari itu. Dia adalah soulmate, sahabat terbaik yang paling mengerti saya. Dialah saksi perjuangan saya semasa SMA. Dia yang setia mengantar saya les di sekolah, di Neutr*n, dan di E*C tak peduli teriknya mentari maupun derasnya hujan. Dia yang menemani saya jalan-jalan, bersenang-senang dengan para sahabat selepas Ujian Akhir Nasional. Dia juga yang menemani saya datang ke Jogja, mendaftar ujian masuk di GSP dan mendaftar tes masuk STAN. Sekadar itu? Tidak, perjalanan kami masih panjang.

Ketika akhirnya saya diterima kuliah di UGM, dia juga yang menemani keseharian saya menjalani rutinitas perkuliahan. Senin pagi datang ke Jogja, Selasa-Rabu-Kamis kuliah full, Jumat pagi kuliah, sorenya pulang ke rumah. Dia yang menemani saya dan Larit mbambung entah kemana saat kami berdua sumpek dengan rutinitas kuliah. Bahkan dia juga yang menemani saya ke SMK Kelautan di Bantul dan Pantai Kukup Wonosari semasa mengupayakan KKN di timur Indonesia. Yah, walaupun rencana KKN itu tidak terlaksana, tapi ya tetep si dia yang menemani saya KKN di Ngemplak-Sleman selama hampir dua bulan.
"Dia selalu ada buat saya. Dengan segala kapasitas dan kemampuannya sebagai motor tua, dia selalu menemani saya kapanpun dan kemanapun..."
Tanpa bermaksud melupakan jasa-jasanya, Agustus 2011 saya ganti motor. Sebuah motor baru, Vario Techno yang dibelikan oleh Ibu dengan tujuan memudahkan mobilitas saya. Akhirnya, si dia dipakai oleh adik saya untuk alat transportasi ke sekolahnya. Saat itu, sudah ada niat untuk menjualnya, tapi saya mati-matian mempertahankannya. Namun siapa sangka, adik saya 'menyiksa' nya habis-habisan. Semua body motor dibongkar, ban dan knalpot diganti, setelan mesin diubah sedemikian rupa untuk menunjang kesehariannya sebagai motor untuk balapan liar. My God!!!

Dalam hati saya marah. Tapi apa yang bisa saya perbuat. Saya ga boleh egois dong, sudah dibelikan motor baru, masih mau 'ngutak-atik' motor lama yang sudah jadi hak adik saya. Rasanya pengen nangis setiap lihat motor itu.Tapi saya coba ikhlasin aja. Kalau memang lebih berguna, bagaimanapun bentuknya, pasti itu yang terbaik. 

Sampai akhirnya hari ini, 19 Oktober 2012, saya harus rela kehilangan dia. Bapak menjualnya pada salah seorang tetangga jauh. Ketika dia pergi, saya bingung harus bagaimana. Pengen nangis, sedih tapi saya lega juga. Sedih karena saya benar-benar berpisah dengan soulmate saya sejak SMA. Namun terbersit perasaan lega, setidaknya dia sudah kembali jadi motor yang normal. Saya hanya bisa berdoa, semoga pemilik barunya bisa menyayanginya lebih dari yang saya lakukan dan semoga dia  bisa lebih bermanfaat bagi orang banyak. Dulu dia 'sendirian' menemani saya sekeluarga pergi kemana saja. Alhamdulillah sampai saat ini dia sudah punya 5 'adik', 4 motor dan 1 mobil. Terima kasih, Mbah Kakung... 


"tak mudah untuk di hati, tak mudah untuk dihadapi, saat harus mengucap selamat tinggal..."

Si Dia

Semasa KKN di Ngemplak-Sleman


nb: *judul postingan diambil dari judul lagu Letto-Memiliki Kehilangan

Rabu, 17 Oktober 2012

Fight!

Email dari salah seorang sahabat, cerita klasik yang mungkin sudah sering di dengar:


Suatu hari seekor keledai milik seorang petani terjatuh ke dalam sumur yang sudah tidak terpakai. Hewan itu menangis dan terdengar sangat memilukan. Sementara itu si petani terus berpikir cara apa yang harus ia lakukan. Akhirnya si petani memutuskan untuk menimbun sumur yang membahayakan tersebut. Lagipula, keledai itu sudah tua, biarlah ia mati.

Kemudian si petani beramai-ramai mengajak tetangganya untuk membantu menimbun sumur tersebut dengan tanah. Mereka membawa sekop dan mulai menimbun sumur tersebut dengan tanah. Ketika sadar bahwa ia akan mati tertimbun, keledai menangis histeris. Namun beberapa saat kemudian para warga itu menjadi takjub melihat apa yang terjadi. Keledai itu mengguncang-guncangkan punggungnya agar tanah yang ada di punggungnya jatuh ke bawah dan dapat digunakan sebagai pijakan. Begitu seterusnya sampai keledai itu berada di bibir sumur dan akhirnya melarikan diri.

Kesimpulan:
Dalam kehidupan ini, terlalu banyak “tanah dan kotoran” yang menimpa kita. Cara untuk keluar dari segala macam masalah, kesedihan, dll adalah dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan. Setiap masalah yang ada, anggaplah sebagai pijakan untuk dapat melangkah lebih kuat dan lebih jauh lagi.
 
 
Sumber gambar: http://fxmuchtar.multiply.com/journal/item/141/Keledai-Membaca

Senin, 08 Oktober 2012

Studi Karya Sasindo 2008

Menurut saya, mengenang masa lalu merupakan salah satu cara terbaik memompa kembali semangat yang sudah kendor. Mengingat-ingat kejadian menyenangkan, lucu, dan menjengkelkan akan membuat kita lebih mensyukuri fase dimana kita berada sekarang ini.  Selain itu, mumpung saya masih dalam edisi selo, makanya saya pengen berbagi cerita tentang pengalaman saya di masa lalu. Apa itu? Simak terus...

Berawal dari postingan salah satu teman di Grup di Facebook, saya jadi teringat masa-masa menjadi panitia dalam acara Studi Karya Sastra Indonesia 2008. Tujuan penyelenggaraan acara ini untuk menjalin silaturahmi dan mendekatkan diri antara mahasiswa baru (angkatan 2008) dengan mahasiswa yang lebih senior. Semacam Makrab (Malam keakraban) tetapi karena suatu hal, pada saat itu kami tidak diizinkan mengadakan Makrab. Alhasil, diadakanlah Studi Karya yang dilakukan pada siang hari. Kami selaku angkatan 2007 menjadi panitia acara tersebut.

Mahasiswa angkatan 2008 dibagi menjadi enam kelompok. Nama kelompok-kelompok diambil dari judul-judul novel yang sedang tren pada saat itu: Laskar Pelangi (Andrea Hirata), Larung (Ayu Utami), Sang Pemimpi (Andrea Hirata) Nayla (Djenar Maesa Ayu), Lelaki Terindah (Andrei Aksana),  dan Edensor (Andrea Hirata) Entah kenapa, saya dipercaya menjadi Seksi Pendamping untuk kelompok Lelaki Terindah yang beranggotakan Gentur Swandoyo Putro, Arum Rindu Sekar Kasih, Dewi Surani, Rahmawati, Yogi Sutopo, Gasa Gitakassum, dan Siti Fatimah. Anggota kelompok saya anaknya asik-asik. Setelah beberapa kali briefing n ketemu, kami jadi makin akrab. Untuk acara studi karya ini, kami diharuskan mengenakan kostum sesuai dengan undian dresscode yang kami dapat. Pada saat pengundian, saya dan keempat pendamping kelompok lain dipersilakan memilih gulungan kertas yang berisi jenis-jenis kostum. ABRACADABRA... saya mendapat gulungan kertas betuliskan "Hawaiian Style"... Seketika itu sudah terbayang gambaran kostum yang akan kelompok saya gunakan.

Beberapa kali kami berkumpul untuk membahas kostum dan performance pada studi karya nanti. Saya sih cuma menemani dan sesekali memberi saran. Selebihnya, mereka sendiri yang berdiskusi. Akhirnya mereka sepakat akan bernyanyi diiringi gitar. Gentur yang bertugas memetik gitar, Arum dan Rahma yang akan menyanyi, Yogi dan Gasa yang akan membuka dan menutup performance, Dewi dan Ifa yang akan membawa gulungan kertas bertuliskan lirik lagu. Okelah kalo begitu. Beberapa kali saya sempat menemani mereka latihan, sambil berdiskusi soal kelengkapan kostum.

Hari H pun tiba. Hari pertama studi karya diadakan di ruang C 201 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Acaranya agak serius, ada beberapa dosen juga. Hari pertama ini kami sepakat memakai baju dengan tema "garis-garis".
Hari kedua studi karya, hmm... ini yang ditunggu-tunggu. Pagi-pagi kami sudah berkumpul di Plasa (Plataran Sastra) lantai 1. Setelah itu, semua kelompok naik ke Kopata yang telah disewa. Beberapa panitia ada juga yang naik motor. Sesampainya di Youth Centre Sleman, kami mulai masuk dan acara segera dimulai. Memasuki acara yang lebih bebas, kami dipersilakan berganti kostum sesuai dresscode masing-masing kelompok.

Dan inilah penampakannya... :)

 
Lelaki Terindah - Hawaiian Style
(Pendamping: Saya) 




Nayla - Arabian Style
(Pendamping: Nayna)


Edensor - Cupu Style
(Pendamping: Larit)


Sang Pemimpi - Baju Tidur
(Pendamping: Asty)


Larung - Modifikasi gaya Kartini
(Pendamping: Arini)


Itulah beberapa gambaran kelompok studi karya Sasindo 2008. Tapi ada beberapa yang kelupaan. Misalnya yang kelompok Laskar Pelangi, pendampingnya Mustika dengan dresscode tema Gothic, saya ga punya fotonya.


Terus waktu performance kelompok kami menampilkan semacam musikalisasi puisi tapi mirip video klip lagu soalnya ada lirik lagunya. Ahh... gitu deh pokoknya...




Yeeeaaayyy!!!


Akhirnya semua berakhir dengan indah. Kami semua bahagia dan puas atas hasil kerja keras dan perjuangan menampilkan yang terbaik. Atas kerja keras dan kekompakan kami, akhirnya kelompok kami mendapatkan penghargaan "Kostum Terbaik" dan saya pribadi mendapatkan penghargaan "Seksi Pendamping Terbaik". Alhamdulillah...


Itulah sebagian cerita dari masa lalu yang indah untuk dikenang. Well... feel better, des? Udah semangat lagi kan? Yuk mulai merangkai masa depan lagi... :)