Dear karibku...
Sungguh... aku turut berbahagia mendengar kabar
darimu. Aku hanya merasa tak perlu memperlihatkannya saja. Untuk apa? Bukankah
yang kasat mata biasanya hanya pura-pura?
Aku tahu inilah yang kamu impikan sejak lama.
Setidaknya sejak kamu mengenal dia. Dan kini perjalananmu akan memasuki babak
baru, bukan? Bagaimana perasaanmu saat ini? Tentu sangat bahagia, mungkin tak
terlukiskan dengan kata-kata. Aku tahu itu. Aku juga tahu betapa inginnya kamu
membaginya denganku. Tapi aku sengaja menghindar. Entahlah... aku merasa lebih
berarti ketika aku menjadi sandaranmu saat kamu menangis. Bukan aku tak bahagia
melihatmu berbahagia, tapi... bukankah saat kamu bahagia sudah terlampau banyak
orang di sekelilingmu? Aku tahu aku punya tempat tersendiri, tapi... aku lebih
memilih untuk menjauh pergi.
Jika mungkin kamu bertanya, apa aku sedih? Apa
aku merasa kehilanganmu? Jawabanku, Tidak. Sama sekali tidak. Aku tidak merasa
kehilanganmu saat ini. Yah... karena aku telah lama kehilanganmu. Sejak
beberapa tahun lalu. Semenjak kamu mengenal dia. Tanpa kamu sadari, aku sudah
terbiasa sendiri.
Tapi aku sadar, toh pada akhirnya nanti kitapun
akan menjalani semuanya sendiri. Tak mungkin bersama selamanya. Jadi sekarang
atau nanti, buatku sama saja.
Jadi... selamat berbahagia untukmu. Semua doa
terbaik selalu kupanjatkan untukmu. Aku tahu, setelah ini semuanya tak lagi
sama. Kamu akan punya bahu yang lebih lebar untuk jadi sandaran lelahmu, tangan
yang lebih lembut untuk mengusap air matamu, pelukan yang lebih hangat dan
menentramkanmu... tapi kamu tetap karibku pada rentang sejarah waktu... :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar