Bagaimana rasanya naik kereta? Saya hampir lupa. Terakhir kali saya naik kereta untuk perjalanan jauh itu sekitar tahun 2005, semasa saya masih SMA. Berarti sudah sepuluh tahun yang lalu.Naik Prameks? Cuma ‘sempat’ dua kali, itupun karena terpaksa. Selama ini kalau berangkat dari Purworejo mau ke Jogja atau sebaliknya, lebih nyaman naik motor sendiri. Katanya, kereta sekarang sudah jauh lebih nyaman dan aman dari yang terakhir kali saya naiki. Syukurlah kalau itu benar.
Setelah sekian
lama ‘meninggalkan’ blog ini, maka untuk merayakan ‘kepulangan’ saya, kali ini
saya akan curhat tentang suatu hal yang juga telah begitu lama saya tinggalkan.
Naik Kereta.
Kereta selalu
membawa saya pada dua kenangan perjalanan yang tak begitu baik. Dulu... dulu
sekali, ketika saya masih berumur empat tahun, saya pernah pulang kampung ke
Purworejo saat lebaran. Entah bagaimana ceritanya waktu itu, semasa arus balik
kami dan ratusan orang lainnya ‘bergelimpangan’ di Stasiun Kutoarjo menunggu
kepastian keberangkatan kereta yang akan membawa kami kembali ke Jakarta. Pada
akhirnya kami memang bisa naik kereta. Tapi kami tidak dapat tempat duduk dan
hanya lesehan diantara kursi-kursi beralaskan kertas koran. Saya gak ingat
gimana sensasi naik keretanya, yang saya ingat sampai sekarang hanya bagaimana
Bapak, Ibu, dan saya mirip gembel selama perjalanan kembali ke Jakarta.
Pengalaman buruk
kedua sekitar awal Juni 2005, saya sekeluarga pergi ke Jakarta menggunakan
kereta. Waktu itu, kami hanya kebagian kereta ekonomi karena terkait jadwal
keberangkatan. Sepanjang perjalanan dari stasiun Kutoarjo sih semua baik-baik
aja. Tapi ketika sampai di daerah Karawang, sekitar jam 3 pagi, tiba-tiba
insiden itu terjadi. Kami yang mulai terlelap dan lelah tiba-tiba dikejutkan
dengan suara teriakan Ibu. Ada orang yang menjambret tas Ibu dari jendela
kereta. Jadi kemungkinan si penjambret itu naik di atap gerbong kemudian
merampas tas Ibu lewat jendela. Sesampainya di stasiun Jatinegara kami langsung
melaporkan ke Polsuska, namun semua hanya sebatas laporan saja. Karena sangat
sulit mengusut kasus penjambretan di kereta pada waktu itu.
Setelah tahun
2005 itu, saya tidak pernah lagi naik kereta. Mungkin trauma, mungkin juga
karena kebetulan lebih memilih naik kendaraan lain semisal mobil pribadi atau
bus.
Tahun-tahun berlalu...
kabar tentang pembenahan sistem keamanan dan layanan di atas kereta sampai di
telinga saya. Tapi saya sekalipun tak pernah tertarik membuktikannya sendiri. Ibu
dan adik saya yang berkali-kali wira-wiri naik kereta juga sering berkisah
bahwa naik kereta itu sekarang lebih aman dan nyaman. Ah... bodo amat, batin
saya.
Sampai akhirnya
minggu lalu, tanggal 5 April 2015 saya berkesempatan naik kereta (lagi) untuk
menghadiri acara pernikahan teman saya di Pasuruan, Jawa Timur. Saya dan lima
teman lain berangkat dari Stasiun Lempuyangan pukul 07.15 WIB naik kereta Sri Tanjung
dan turun di Stasiun Bangil dengan harga tiket 100.000 rupiah. Sementara untuk
kembali ke Jogja kami menaiki kereta Logawa dengan harga tiket 80.000 rupiah. Berikut hasil
pengamatan saya: 1) harga tiket kereta relatif lebih murah dibanding harga
tiket bus (untuk tujuan yang sama). 2) lumayan nyaman karena ada AC yang selalu
menyejukkan tiap gerbong. 3) waktu tempuh relatif lebih singkat dibandingkan
kendaraan darat lainnya. 4) ternyata saya bisa makan, bisa ngobrol, bisa mainan
hp selama perjalanan, dan saya sama sekali gak mabuk perjalanan! *ini yang
paling penting* Beda banget sama kalo
naik mobil atau bus.
Perjalanan pergi
pulang Jogja-Pasuruan dengan dua kali kesempatan naik kereta itu rasanya...
rasanya...
Ah, rasanya saya
mulai jatuh cinta naik kereta... ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar