Demi menyempurnakan
perkuliahan Dialektologi pada semester 5, saya dan teman-teman satu jurusan
yang mengambil mata kuliah ini dititahkan untuk melakukan penelitian lapangan.
Penelitian lapangan ini bertujuan untuk “membuktikan” teori-teori yang
sebelumnya sudah kami dapatkan selama masa perkuliahan. Waktu itu mahasiswa
yang mengikuti perkuliahan ini sebanyak 13 orang.
Setelah diskusi yang cukup alot antara dosen pengampu mata kuliah ini dengan seniornya (kami menyebutnya Mr. You Know Who) akhirnya ditetapkanlah bahwa kami, para mahasiswa akan meneliti dialek bahasa sunda di Provinsi Jawa Barat bagian timur. Ada enam kabupaten yang akan dijadikan titik pengamatan. Maka dari itu, kamipun dibagi menjadi enam kelompok. Setelah memilih sendiri partner untuk penelitian, maka saatnya menentukan titik pengamatan masing-masing kelompok yang dipilih secara undian. Hasilnya?
Setelah diskusi yang cukup alot antara dosen pengampu mata kuliah ini dengan seniornya (kami menyebutnya Mr. You Know Who) akhirnya ditetapkanlah bahwa kami, para mahasiswa akan meneliti dialek bahasa sunda di Provinsi Jawa Barat bagian timur. Ada enam kabupaten yang akan dijadikan titik pengamatan. Maka dari itu, kamipun dibagi menjadi enam kelompok. Setelah memilih sendiri partner untuk penelitian, maka saatnya menentukan titik pengamatan masing-masing kelompok yang dipilih secara undian. Hasilnya?
Icha dan Indah: Cirebon
Asty dan Ari N: Banjar
Candy dan Rara: Indramayu
Dino dan Ari: Tasikmalaya
Saya dan Larit: Majalengka
Irsyad, Hanifan, dan Dhanar: Kuningan
Hah, Majalengka?
Larit yang memaksa saya
untuk mengambi gulungan kertas yang bertuliskan nama-nama titik pengamatan, dan
itulah hasilnya. Majalengka... Majalengka... saya mengejanya seperti mantra.
Jujur, saya sama sekali gak ada bayangan tentang kabupaten yang bernama
Majalengka. Larit juga bilang gitu. Lalu? Pak dosen menganjurkan untuk browsing
selengkap-lengkapnya tentang titik pengamatan kami masing-masing sebelum kami
berangkat. Waktu kami pun tak banyak, hanya dua tiga hari mengambil data
lapangan, lalu kembali ke kampus untuk mengolah data tersebut. Okesip, saya dan
larit mulai berhayal tentang kabupaten bernama Majalengka.
Saking terinspirasinya
sama film Punk In Love, saya dan
larit MEMUTUSKAN untuk: 1) naik kereta ekonomi ke Majalengka. 2) berbekal peta
n hasil browsing seadanya, pokoknya jalani aja. 3) berbekal uang seadanya. 4)
tidak akan mengunakan fasilitas dari orang tua, misalnya bawa mobil sendiri,
menginap di rumah saudara, dan sebagainya. 5) harus menyempatkan waktu untuk
jalan-jalan.
Begitulah kira-kira
kesepakatan antara saya dan Larit. Awalnya orang tua saya mengusulkan agar kami
bawa mobil dan supir sendiri agar lebih mudah pergi mencari data. Tapi sesuai
kesepakatan kami berdua, usul itu ditolak. Selanjutnya, inilah tahap awal
perjuangan kami.
Bisa aja sih, tapi...
Niat awal kami
berpetualang dengan kereta ekonomi terpatahkan seketika saat kami melihat peta
dan ternyata tidak ada “garis putus-putus hitam putih” yang menandakan jalur
kereta menuju Majalengka. Setelah kami cek ke beberapa informan, Majalengka
memang tidak dapat dicapai menggunakan kereta. Bisa aja sih naik kereta, tapi
harus bangun jalur keretanya dulu. MAU? Gak deh, makasih.
Setelah dipastikan tidak bisa naik kereta, akhirnya kami cus ke terminal Jombor buat ngecek harga tiket Bus
dan travel. Sesampainya di terminal, kami sedikit tercengang mendengar
penjelasan dari beberapa agen travel. Begini ceritanya, karena letak geografis
Majalengka yang berada ditengah-tengah antara jalur pantura dan jalur selatan,
maka TIDAK ADA travel yang melewati kota Majalengka. Tapi berhubung tidak mau
kehilangan kesempatan, maka agen travel itu menyanggupi untuk mengantar kami ke
Majalengka dengan syarat membayar ongkos travel DUA KALI LIPAT dari harga
trayek Jogja-Bandung. MAU? Gak deh, makasih.
Setelah “patah hati”
dengan agen travel, akhirnya saya dan Larit berpaling ke agen Bus. Dan
ternyata, hiks, agen Bus juga mematahkan hati kami. Ga beda jauh sama agen
travel, agen Bus juga bilang kalo tidak ada Bus dari Jogja yang lewat Majalengka.
Satu-satunya alternatif ya naik Bus, tapi kami harus turun Cirebon, kemudian
nyambung naik Bus jurusan Cirebon-Bandung lalu turun di Majalengka. MAU? Ya mau
gak mau sih.
Let’s Go!!!
Akhirnya pagi itu, 14
April 2010, saya dan Larit naik Bus Citra Adi Lancar AB 7028 AS menuju Cirebon.
Harga tiket Rp 80.000/orang. Kami berangkat dari Terminal Giwangan Yogyakarta
sekitar pukul 09.00. Sepanjang perjalanan kami mengobrol dengan supir dan
kernet bus. Kebetulan kami duduk di kursi nomor 1 dan 2. Yeaayyy... akhirnya
kami tiba di Terminal Harjamukti Cirebon sekitar pukul 18.00. Setelah menunggu
sekitar setengah jam, akhirnya kami (dibantu petugas terminal) menemukan Bus
ekonomi menuju Majalengka. Seperti pada umumnya, bus ini pun ngebut dan
ugal-ugalan sepanjang jalan. Akhirnyaaa setelah deg-degan dag dig dug
dhuuueeerr... turunlah kami di Pos Polisi Kadipaten Majalengka.
Oh iya, selama dalam
perjalanan, orang tua larit membujuk setengah memaksa dan akhirnya memerintahkan
kami untuk menginap di rumah kenalan mereka. Pertimbangannya karena kami akan
sampai di Majalengka pada larut malam, terlalu rawan bagi kami untuk mencari
penginapan. Pertimbangan lainnya, kami juga bisa menghemat pengeluaran.
Setengah terpaksa, akhirnya, ya udah deh, nurut aja. Oleh sebab itulah kami
turun di Pos Polisi Kadipaten, lalu dijemput oleh kenalan orang tuanya Larit
menggunakan becak. Ehm, sekadar informasi, becak di Majalengka ini ternyata
ukurannya LEBIH KECIL dari becak yang ada di Jogja atau yang sering dilihat
deh. Nah, silakan bayangkan SAYA dan LARIT yang gak langsing-langsing amat
alias gendut dengan dua koper eliminasi a.k.a travel bag ukuran sedang (kenapa gak pake backpack aja
coba?) berada dalam SATU BECAK MINI. Rasanya? Yo koyo ngono kaelah.
Setibanya di rumah Ibu
Asih, jam menunjukkan pukul 11 malam, kami nekat mandi, numpang ngecas Hape,
makan (ternyata udah disiapin), dan bobok manis. Selamat malam dari Majalengka.
Hari Pertama, 150410
Selamat pagi dari
Majalengka. Kami bangun pukul 05.00, mandi, shalat subuh, dan sarapan. Ibu Asih
udah nyiapin sebungkus nasi uduk, bakwan, n segelas teh manis hangat.
Nyaammm... lidah saya yang terbiasa sama cita rasa masakan sunda si Aa’ Burjo
depan kos dengan cepat menerima rasa nasi uduk dan bakwan yang gurih enak. Kalo
Wong Jowo asli yang terbiasa rasa
manis, pasti kurang cocok. Setelah selesai sarapan kami bersiap berangkat
menuju kantor Sekretaris Daerah kabupaten Majalengka yang terletak di dekat
Alun-Alun. Menaiki angkot 1C kami menuju Alun-Alun. Hmm... udara masih sejuk,
matahari cerah, cocok banget buat foto-foto. Akhirnya kami narsis sebentar
sebelum menuju kantor Setda.
mejeng depan kantor Bupati |
Sesampainya di kantor
Setda, ternyata kami ‘salah jurusan’. Oleh bapak-bapak pegawai disana, kami
disarankan untuk datang ke Kantor Balai Perijinan dan Pelayanan Terpadu (BPPT),
akhirnya kami naik angkot 1C lagi.
Sesampainya disana, kami berbasa-basi menyampaikan maksud kedatangan kami.
Setelah bercerita panjang lebar dan gondrong, menunggu beberapa saat, dan
akhirnya kesimpulannya satu, kami ‘salah jurusan’ lagi. Pegawai di kantor BPPT
menyarankan kami untuk datang ke kantor Kesbangpol kabupaten Majalengka.
Akhirnya kami naik angkot 1C lagi, dan parahnya ternyata supir angkotnya gak
tahu dimana letak kantor Kesbangpol. Setelah beberapa kali gonta ganti angkot
tanya sana sini akhirnya ketemulah kantor Kesbangpol di daerah yang lumayan
sepi, tapi sebenernya dilewatin jalur angkot 1C sih. Setelah sampai disana kami
mengurus surat ijin penelitian dan akhirnya masih harus diribetkan oleh birokrasi yang lempar sana lempar sini, dan
akhirnya surat ijin penelitian akan jadi BESOK. Nah kan. Kami udah ga bisa
kompromi lagi sama bapak pegawai di sana, akhirnya setengah putus
asa kami meninggalkan kantor itu.
Hari masih terlalu siang untuk pulang ke rumah. Akhirnya kami iseng-iseng naik angkutan umum yang namanya ELF (Bukan fansnya Suju loh! :P) tapi orang sunda lazim menyebutnya Elep. Entah kemana Elep ini menuju, kami ikut saja. Akhirnya ketika sampai di dekat lapangan luas kami memutuskan untuk berhenti. Kebetulan di dekat situ ada kantor Camat Maja. Setelah shalat dan makan mie ayam, kamipun iseng-iseng masuk ke dalam dan bertemu dengan bagian pelayanan kantor Camat Maja. Setelah bercerita panjang lebar dibumbui sedikit garam, merica, dan gula akhirnya bapak itu kasihan pada saya dan Larit. Kebetulannya lagi disitu sedang ada Sekdes Tegal Sari. Kamipun langsung menuju desa itu ditemani bapak Sekdes yang kemudian juga mencarikan pembahan untuk penelitian kami. Alhamdulillah... jadilah kami mengambil data walaupun belum dapat surat ijin penelitian dari kantor Kesbangpol (salahe suwi! :P).
Hari masih terlalu siang untuk pulang ke rumah. Akhirnya kami iseng-iseng naik angkutan umum yang namanya ELF (Bukan fansnya Suju loh! :P) tapi orang sunda lazim menyebutnya Elep. Entah kemana Elep ini menuju, kami ikut saja. Akhirnya ketika sampai di dekat lapangan luas kami memutuskan untuk berhenti. Kebetulan di dekat situ ada kantor Camat Maja. Setelah shalat dan makan mie ayam, kamipun iseng-iseng masuk ke dalam dan bertemu dengan bagian pelayanan kantor Camat Maja. Setelah bercerita panjang lebar dibumbui sedikit garam, merica, dan gula akhirnya bapak itu kasihan pada saya dan Larit. Kebetulannya lagi disitu sedang ada Sekdes Tegal Sari. Kamipun langsung menuju desa itu ditemani bapak Sekdes yang kemudian juga mencarikan pembahan untuk penelitian kami. Alhamdulillah... jadilah kami mengambil data walaupun belum dapat surat ijin penelitian dari kantor Kesbangpol (salahe suwi! :P).
Hari Kedua, 160410
Data yang kami butuhkan
sudah ditangan, hari ini mau apa ya. Bisa aja sih kami pulang pagi ini, tapi
kan belum jalan-jalan, hehehe...
Pagi itu kami datang
lagi ke kantor Kesbangpol untuk mengambil surat ijin penelitian. Sebenarnya
bisa aja sih gak usah diambil, buat apa juga. Toh kami sudah mendapatkan data
yang kami butuhkan. Tapi demi menjaga nama baik almamater, jeng jeng jeng...
jadilah kami balik lagi ke kantor itu. Berbasa-basi sedikit, lalu cuss
kabuuurrr...
Hari masih terlalu pagi
untuk pulang dan sekadar nonton tipi di rumah Ibu Asih. Kemana ya enaknya...
berbekal sedikit info tentang objek wisata yang dekat di daerah Majalengka,
akhirnya tercetuslah nama sebuah tempat: WADUK DARMA.
Kami naik Elep lagi , sempat nyambung dua kali,
dan setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, akhirnya sampailah kami
di tempat wisata Waduk Darma yang terletak di kabupaten Kuningan. Waduknya
sepiiii banget. Ada beberapa warung penjual makanan, beberapa pasang orang
pacaran, dan juga segerombolan anak sekolah. Katanya sih kalo hari libur
biasanya banyak pengunjungnya. Setelah cukup foto-foto, akhirnya kami pulang
naik Elep lagi. Pulangnya hujan deraaasss banget. Kami sampai di rumah Ibu Asih
sekitar pukul setengah 3, dan bersiap untuk pulang. Setelah mandi dan berkemas,
kami berpamitan dengan keluarga Ibu Asih dan menunggu bus menuju terminal
Cirebon dari depan Pos Polisi Kadipaten.
aku dan perahu, menikmati kesendirian |
Pulang...
Kami sampai di terminal
Cirebon menjelang maghrib. Kebetulan, kami ketemu lagi sama bus yang kemarin
membawa kami kesini. Wah, cocok deh. Kernetnya yang ternyata masih hafal sama
saya dan Larit akhirnya membantu membawakan tas-tas kami. Kamipun duduk di
kursi nomor 3 dan 4, tepat dibelakang supir, kursi favorit saya. Selepas
maghrib, bus beranjak dari terminal Cirebon, bismillah. Sepanjang perjalanan
Larit tidur pulaaasss sekaliii. Sementara saya tetap asyik mengobrol sama
kernet bus dan menikmati perjalanan malam itu. Hmm... kebetulan saya sudah lama
tidak naik bus malam, jadi sepanjang perjalanan saya tidak tidur.
Akhirnyaaa... kami
sampai di kota Jogja tercinta hari sabtu, 17 April 2010. Kami turun di pool bus
CAL, kemudian diantar oleh mobil menuju kediaman masing-masing. Well... selesai
sudah petualangan kami di Majalengka. Selanjutnya, tinggal bermumet-mumer ria
mengolah data penelitian yang sudah kami dapatkan. Tapi, pengalaman kemarin itu
benar-benar tak kan terlupakan sampai kapanpun. TIGA HARI UNTUK SELAMANYA ^_______^
Dan inilah hasil kerja kami semua, peta heteroglos untuk Bahasa Sunda dialek Jawa Barat bagian timur...
Cantik yaaa... kata pak dosen malah terlalu rapi, malah lebih mirip kristik daripada peta heteroglos. Siapa dulu yang bikiiinnn... *bukan saya :p
Dan inilah hasil kerja kami semua, peta heteroglos untuk Bahasa Sunda dialek Jawa Barat bagian timur...
koleksi pribadi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar